Jumat, 21 Februari 2014

Aplaus



Pukul enam pagi seperti biasa aku selalu mengantarkan koran. Namun, hari ini berbeda dibandingkan hari-hari sebelumnya. 
Senin ini, aku harus bergegas untuk mengikuti upacara penerimaan para praktikan guru di SMPN 7 Bandung. Sebelum berangkat ke SMPN 7, aku harus mengerjakan tugasku sebagai peloper koran pagi ini. Tanggungjawab ini harus segera diselesaikan terlebih dahulu. 
Pada awalnya, aku ingin berangkat ke sekolah menggunakan angkutan umum dalam rangka mengatasi kemacetan. Ya, hitung-hitung membantu program pemerintah. Setelah dihitung-hitung ternyata aku harus mengejar waktu. 
Dengan berat hati, akhirnya aku putuskan untuk menggunakan sepeda motor merah miliki ayahku.  Hmmm, Berangkatlah aku. Wiiiiiing!

Aku lihat jam di pergelangan tangan kiriku. Waw, tepat pukul tujuh kurang lima belas menit. Itu tandanya lima belas menit lagi upacara bendera akan segera dimulai. Tentu kita tahu bahwa setiap hari senin di sekolah ini (SMPN 7 Bandung) selalu menyelenggarakan upacara bendera. 
Laju motorku semakin kencang dan kencang. Dengan perasaan yang campur aduk, akhirnya kau sampai di sekolah ini, ya, sekolah peraih lencana Adiwiyata 2013, sekolah sobat bumi.
Luar biasa! Aku bersyukur bisa bertemu dan akan menjadi warga sekolah ini  walaupun hanya beberapa bulan. Aku tersenyum.
Loh kok melamun!  Perasaan senang campur aduk dengan perasaan tegang. Jujur saja, pengalaman pertama selalu membuatku merasa was-was padahal tidak ada yang mesti dirisaukan. Segeralah aku parkirkan motor merah ini.
Ngik-ngok!
Aku merasa asing di tempat ini. Hal yang paling pertama kau cari adalah rombongan PPL dari UPI yang jumlahnya sekitar 19 orang.
“Pada dimana, ya?”
Aku langkahkan kaki menuju pendopo karena barusan aku dapat telfon dari Eka, teman PPL pelajaran bahasa Indonesia. Sesampainya di pendopo, aku perhatikan.
“Mana?” ujarku dalam hati.
Sorot mataku mencari mereka. Hmm, ternyata mereka sendang berkumpul di ruang tamu sekolah. Aku mendekat dan
Alhamdulillah belum terlambat!”
Kami di ruang tamu ini berkumpul untuk menunggu panggilan dari petugas upacara. Ketika sang protokoler membacakan perintah amanat untuk pembina upacara, mulailah rombongan praktikan memasuki lapangan upacara. 
Cahaya pun mulai memasuki ruangan, pintu terbuka. Dari situ aku bisa melihat para siswa berjajar dan berkumpul dalam satu massa untuk mengikuti kegiatan upacara. Sebagian besar guru sudah berbaris rapi. 
Aku ikuti saja laju angin dan berdiri tepat menghadap barisan para siswa. Untuk menenangkan diri maka aku perhatikan setiap gerak-gerik gaya siswa SMPN 7 ketika mengikuti upacara bendera. Sambil menyoroti dan memahami suasana, amanat pembina upacara menyuguhkan suatu yang menarik terutama bagi para siswa. 
Menurutku, Bu Suryamah mencoba menanmkan nilai-nilai kecintaan pada sekolah melalui upacar bendera ini. Apakah hal tersebut? 
“Ya, anak-anak, mulai sekarang sekolah kita kedatangan warga baru dari UPI sebagai praktikan PPL! Aplaus!” teriak kepala sekolah yang satu ini.
Ya. “Aplaus” adalah kosakata yang menarik perhatianku selama mengikuti upacara yang perdana ini di SMPN 7. Beberapa kali kepala sekolah meneriakkan kepada siswa untuk melakukan aplaus sebagai tanda penghargaan. 
Ternyata siswa kelihatannya sudah terbiasa mendengarkan “aplaus’ dari sang pemimpin sekolah ini. Saya pikir ini sudah menjadi budaya yang ditanamkan Bu Suryamah. Bagus! Sangat menarik! Uwow!
“Silakan aplaus untuk tim robotik SMPN 7 Bandung!”
“Baik, aplaus untuk kita semua!”
“Aplaus untuk para teman kalian yang menjuarai turnamen!”
“Aplaus!”
Hehe. Bagus! Sebagai guru bahasa Indonesia, aku jadi penasaran, “apakah ‘aplaus’ sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia?” Ternyata kosakata tersebut sudah diserap. Syukurlah!
Memang sih, akhir-akhir ini saya sering mendengar kata aplaus terutama di acara televisi yang sering senyum itu. Ya, goyang oplosan. 
“Ok baik, aplaus sekali lagi! Asal jangan aplausan, yah!”
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar