Pemilihan
Gubernur Jawa Barat hanya tinggal menghitung hari. Para simpatisan partai
semakin menggencarkan kampanye masing-masing calon, mulai dari status facebook
hingga iklan di televisi. Pemilihan Gubernur yang dilaksanakan Minggu, 24
Februari 2013 ini diselenggarakan serempak di berbagai daerah se-Jawa Barat. Dalam
acara ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat akan membuktikan dan memberikan
kerja terbaiknya untuk rakyat. Para pemilih yang terdaftar, terutama masyarakat
Jawa Barat, akan membuktikan sikap politiknya di hari penentuan pemimpin mereka
nanti. Begitu juga dengan para calon Gubernur beserta wakilnya, mereka harus
siap menang dan siap kalah. Yang jelas, masyarakat dan pemerintah – terutama
Jawa Barat – sangat mengharapkan keberhasilan dalam penyelenggaraan pemilihan
gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat ini. Semua lapisan masyarakat wajib
bersatu untuk membantu mensukseskan acara lima tahunan ini. Tentu disini,
keberhasilan sifatnya harus menyeluruh. Hal ideal itulah yang akan menjadi
harapan kita semua.
Kesuksesan itu hanya bisa diraih
dengan kesuksesan yang menyeluruh. Jika sebelumnya pemilihan gubernur itu
diikuti oleh para kaum remaja, dewasa hingga orangtua, karena telah memiliki
hak pilih. Bagaimana dengan anak-anak? Apakah mereka lapisan masyarakat yang
tak berpengaruh dalam sebuah kehidupan bermasyarakat? Peran anak-anak
seringkali diabaikan secara tak langsung. Mereka dianggap sebagai partisipan
yang bisanya cuma melihat dan menanggapi kenyataan secara ikhlas dan legowo,
walaupun mereka tetap senang dan berbahagia.
Mereka hanya mampu mengeksplor
kegiatan yang ada di sekitar tempat bermainnya. Mereka akan mengeksplor
kegiatan pemilihan itu sendiri secara mandiri. Itu memang bentuk partisipasi
anak-anak dalam merespons kegiatan yang ada di sekitar lingkungan bermainnya,
dalam hal ini sekitar rumah. Sikap politik sangat menentukan dalam hal ini, seakan-akan
sikap politik menjelma sebagai ideologi dalam hak pemilihan. Orangtua sang anak
memiliki sikap politik yang tentu akan berbeda dengan sang Ibu, kecuali adanya
intervensi politik dalam keluarga. Sang anak akan begitu paham jika memang
orangtua mengerti akan situasi yang dihadapinya. Selebihnya dalam hal
menjelaskan kepada sang anak, sebagai bentuk pendidikan politik tak langsung.
Sebaliknya, apa yang akan terjadi jika sang orangtua ternyata tak memiliki
pemahaman yang luas ihwal kegiatan ini, sedangkan sang anak bertanya-tanya?
Yang pasti anak-anak akan mencari jawaban atas pertanyaan mereka dengan
sendirinya. Dalam hal ini akan terjadi persepsi yang berbeda dari sang anak
dalam menghadapi kegiatan pemilihan tersebut.
Sosialisasi
Pemilihan Pemimpin
Naluri mereka memang bermain
tetapi bukan berarti mereka harus diabaikan begitu saja. Tak diikutsertakannya
mereka dalam hajatan ini merupakan bentuk ketidakadilan. Bukan berarti mereka
harus ikut mencoblos sebagaimana mereka yang dewasa. Pendidikan politik secara
implisit hadir dalam pelajaran di sekolah Dasar sekalipun. Pelajarannya pun
sangat mudah untuk dicerna, terlebih jika sang guru mampu membuat pelajaran itu
menjadi semacam alat bermain yang edukatif bagi anak didiknya. Bagaimana jika
tidak? Tak bisa dibayangkan. Anak-anak memang sangat perlu diberikan gambaran secara
langsung terkait pemilihan ini. Tentu bentuknya yang berbeda. Bentuk
pengikutsertaan anak-anak dalam pemilihan gubernur dapat berupa sosialisasi tentang
pemilihan gubernur itu sendiri di sekolah dan lembaga pendidikan. Sosialisasi
semacam itu akan sangat membantu bagi anak-anak dalam memahami arti penting
sebuah pemilihan. Sosialisasi semacam ini berimbas banyak terhadap sikap dan
cara pandang anak-anak ihwal pemilihan di masa yang akan datang.
Pertama, Kepemilikan gambaran
pemilihan gubernur menjadi hal pertama dari imbas sosialisasi ini. Hal-hal
mengenai hari pemilihan, cara memilih, proses pemilihan, dan kampanye akan
tersirat di pikiran anak-anak sebagai pengetahuan awal. Yang kedua, anak-anak
akan memiliki cara pandang dan pengertian tersendiri terkait pemilihan pemimpin,
dalam hal ini gubernur sebagai pemimpin sebuah provinsi. Anak-anak mengenal
program-program yang ditawarkan para calon pemimpin. Dari sanalah komentar dan
daya nalar anak-anak mengenai hal tersebut akan diuji. Bentuk seperti inilah
salahsatu yang disebut dengan pendidikan politik untuk anak-anak. Yang ketiga, pembentukan
sikap anak-anak terhadap gelaran pemilihan gubernur. Pembentukan yang dimaksud
yakni sebagai salahsatu upaya pengurangan sikap golput di hari pemilihan. Bagi
anak-anak dengan pemahaman terkait pemilihan ini sekurang-kurangnya mengurangi
sikap anak-anak terkait ketidakmengertian dalam hal memilih. Hal mendasar yang
merupakan salahsatu alasan memilih golput akibat ketidakpahaman seseorang dalam
menentukan pilihannya. Dari hal tersebut penulis beranggapan dengan sosialisasi
pemilihan inilah menjadi salahsatu langkah awal memahamkan masyarakat akan para
calon yang hendak mereka pilih. Penulis mencondongkan diri pada sosialisasi
pemilihan bagi anak-anak sebagai bentuk pembinaan dari hulu sebelum ke hilir.
Itulah ketiga hal didapatkan
anak-anak dalam sebuah upaya memahamkan ihwal pemilihan. Anak-anak inilah yang
kelak menjadi pemilih atau pemimpin. Sangat tepatlah jika mereka harus paham
terlebih dahulu. Mungkin tidak sekarang, tetapi kelak di hari yang akan datang.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar