Minggu, 14 April 2013

Sosialisasi Pemilihan Gubernur untuk Anak-Anak


Pemilihan Gubernur Jawa Barat hanya tinggal menghitung hari. Para simpatisan partai semakin menggencarkan kampanye masing-masing calon, mulai dari status facebook hingga iklan di televisi. Pemilihan Gubernur yang dilaksanakan Minggu, 24 Februari 2013 ini diselenggarakan serempak di berbagai daerah se-Jawa Barat. Dalam acara ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat akan membuktikan dan memberikan kerja terbaiknya untuk rakyat. Para pemilih yang terdaftar, terutama masyarakat Jawa Barat, akan membuktikan sikap politiknya di hari penentuan pemimpin mereka nanti. Begitu juga dengan para calon Gubernur beserta wakilnya, mereka harus siap menang dan siap kalah. Yang jelas, masyarakat dan pemerintah – terutama Jawa Barat – sangat mengharapkan keberhasilan dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat ini. Semua lapisan masyarakat wajib bersatu untuk membantu mensukseskan acara lima tahunan ini. Tentu disini, keberhasilan sifatnya harus menyeluruh. Hal ideal itulah yang akan menjadi harapan kita semua.


Kesuksesan itu hanya bisa diraih dengan kesuksesan yang menyeluruh. Jika sebelumnya pemilihan gubernur itu diikuti oleh para kaum remaja, dewasa hingga orangtua, karena telah memiliki hak pilih. Bagaimana dengan anak-anak? Apakah mereka lapisan masyarakat yang tak berpengaruh dalam sebuah kehidupan bermasyarakat? Peran anak-anak seringkali diabaikan secara tak langsung. Mereka dianggap sebagai partisipan yang bisanya cuma melihat dan menanggapi kenyataan secara ikhlas dan legowo, walaupun mereka tetap senang dan berbahagia.

Mereka hanya mampu mengeksplor kegiatan yang ada di sekitar tempat bermainnya. Mereka akan mengeksplor kegiatan pemilihan itu sendiri secara mandiri. Itu memang bentuk partisipasi anak-anak dalam merespons kegiatan yang ada di sekitar lingkungan bermainnya, dalam hal ini sekitar rumah. Sikap politik sangat menentukan dalam hal ini, seakan-akan sikap politik menjelma sebagai ideologi dalam hak pemilihan. Orangtua sang anak memiliki sikap politik yang tentu akan berbeda dengan sang Ibu, kecuali adanya intervensi politik dalam keluarga. Sang anak akan begitu paham jika memang orangtua mengerti akan situasi yang dihadapinya. Selebihnya dalam hal menjelaskan kepada sang anak, sebagai bentuk pendidikan politik tak langsung. Sebaliknya, apa yang akan terjadi jika sang orangtua ternyata tak memiliki pemahaman yang luas ihwal kegiatan ini, sedangkan sang anak bertanya-tanya? Yang pasti anak-anak akan mencari jawaban atas pertanyaan mereka dengan sendirinya. Dalam hal ini akan terjadi persepsi yang berbeda dari sang anak dalam menghadapi kegiatan pemilihan tersebut.



Sosialisasi Pemilihan Pemimpin
Naluri mereka memang bermain tetapi bukan berarti mereka harus diabaikan begitu saja. Tak diikutsertakannya mereka dalam hajatan ini merupakan bentuk ketidakadilan. Bukan berarti mereka harus ikut mencoblos sebagaimana mereka yang dewasa. Pendidikan politik secara implisit hadir dalam pelajaran di sekolah Dasar sekalipun. Pelajarannya pun sangat mudah untuk dicerna, terlebih jika sang guru mampu membuat pelajaran itu menjadi semacam alat bermain yang edukatif bagi anak didiknya. Bagaimana jika tidak? Tak bisa dibayangkan. Anak-anak memang sangat perlu diberikan gambaran secara langsung terkait pemilihan ini. Tentu bentuknya yang berbeda. Bentuk pengikutsertaan anak-anak dalam pemilihan gubernur dapat berupa sosialisasi tentang pemilihan gubernur itu sendiri di sekolah dan lembaga pendidikan. Sosialisasi semacam itu akan sangat membantu bagi anak-anak dalam memahami arti penting sebuah pemilihan. Sosialisasi semacam ini berimbas banyak terhadap sikap dan cara pandang anak-anak ihwal pemilihan di masa yang akan datang.

Pertama, Kepemilikan gambaran pemilihan gubernur menjadi hal pertama dari imbas sosialisasi ini. Hal-hal mengenai hari pemilihan, cara memilih, proses pemilihan, dan kampanye akan tersirat di pikiran anak-anak sebagai pengetahuan awal. Yang kedua, anak-anak akan memiliki cara pandang dan pengertian tersendiri terkait pemilihan pemimpin, dalam hal ini gubernur sebagai pemimpin sebuah provinsi. Anak-anak mengenal program-program yang ditawarkan para calon pemimpin. Dari sanalah komentar dan daya nalar anak-anak mengenai hal tersebut akan diuji. Bentuk seperti inilah salahsatu yang disebut dengan pendidikan politik untuk anak-anak. Yang ketiga, pembentukan sikap anak-anak terhadap gelaran pemilihan gubernur. Pembentukan yang dimaksud yakni sebagai salahsatu upaya pengurangan sikap golput di hari pemilihan. Bagi anak-anak dengan pemahaman terkait pemilihan ini sekurang-kurangnya mengurangi sikap anak-anak terkait ketidakmengertian dalam hal memilih. Hal mendasar yang merupakan salahsatu alasan memilih golput akibat ketidakpahaman seseorang dalam menentukan pilihannya. Dari hal tersebut penulis beranggapan dengan sosialisasi pemilihan inilah menjadi salahsatu langkah awal memahamkan masyarakat akan para calon yang hendak mereka pilih. Penulis mencondongkan diri pada sosialisasi pemilihan bagi anak-anak sebagai bentuk pembinaan dari hulu sebelum ke hilir.

Itulah ketiga hal didapatkan anak-anak dalam sebuah upaya memahamkan ihwal pemilihan. Anak-anak inilah yang kelak menjadi pemilih atau pemimpin. Sangat tepatlah jika mereka harus paham terlebih dahulu. Mungkin tidak sekarang, tetapi kelak di hari yang akan datang.*** 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar