“Hatur nuhun, bu.”
“mangga”
“Bu, caina
kiruh. Ieu kunaon?” tanya sang
ibu tua
“Duka
atuh, bu”
Ibu tua pun kembali bergegas menuju rumahnya
yang tepat di samping. Sementara kini lelaki yang membawa motor hitam mencoba
masuk dan menyapa sang pemilik rumah.
“Bu, assalamualaikum”
“Iya, kak. Silahkan masuk”
Ibu itu menyapanya ramah. Motor segera
diparkirkan bersebelahan dengan mobil krem. Lelaki itu masuk dan mulailah
sebuah cerita.
_____
“Ibu
dan Rita sebenarnya numpang di rumah ini, kak”
“oh” sambil mengamati kondisi rumah yang
tampak sepi.
“Rita, sini! Ini ada kakak!” ujar ibu
Datanglah Rita dari arah dapur, tepat sekali
ke arah kakak. Rita menyalami kakak, kemudian menatapnya seperti mengajak
bermain.
Rita adalah seorang anak kelas 6 SD yang
beberapa minggu lagi akan menghadapai ujian nasional di sekolahnya. Rita sering
sekali bermain hanya di rumah, di depan layar komputer. Ibunya terkadang
mengkhawatirkan kehidupan Rita yagn seperti itu. Tapi apalah daya, Ibunya hanya
bisa berusaha melarangnya tapi tak cukup kuat membuat Rita untuk mau
bersosialisasi di luar.
Bukan tanpa alasan Rita menjadi seorang yang
terlihat anti sosial. Rita memang bukan anti-sosial. Rita dan Ibunya memang
sedang menumpang di rumah kakek. Rumah aslinya ada di salahsatu tempat yang
bernama Parung di Bogor. Kini Rita dan ibu tinggal di Bandung, Rita pun merasa
tak kerasan diam di Bandung sehingga ia malas untuk mengobrol dengan
teman-teman sekitar rumah.
“Kak, Rita jarang mau main ke luar rumah.”
“Kerjaannya di depan komputer terus, kak”
“Oh, begitu. Kenapa, Rita?” Tanya kakak
“Disini malas, gak asyik. Teman-temanku gak
pada bisa ngobrol dengan bahasa Inggris” jawab Rita polos
“Memang di Bogor ada yang bisa?” Tanya kakak
lagi
……….
“ada, kak. Kalau di Bogor banyak yang bisa
bahasa Inggris”
Rita selesai bercerita dan beranjak dari
tempat duduk untuk mengambil gelas atas perintah ibunya. Tak lama, seorang
laki-laki cukup dewasa dengan rambut kribonya keluar dari kamar.
“Nah, kak. Ini Bulan kakaknya Rita. Bulan
kuliah di Unikom tetapi tidak dilanjutkan karena ketidakserasisan dan
ketidakcocokan dengan kondisi perkuliahan disana” jelas ibu
“Berarti sekarang lagi libur, ya? Gak kuliah
maksudnya”
“Iya, kak. “
Rita datang membawa nampan dan gelas yang
berisi yoghurt. Ibu membantu membawakan kue bolu manis untuk dihidangkan kepada
sang tamu, kakak.
“Silakan, kak”
“Baik”
Pertanyaannya terus berlanjut. Kakak
sebenarnya sudah agak kelimpungan untuk bertanya teatpi semangat bersilaturahim
terus membara. Akhirnya pertanyaan datang juga di benaknya.
“Bu, dengar-dengar Rita bercerita katanya
ayahnya Rita seorang jurnalis, ya?” Tanya kakak gugup
Kakak telah mengetahui bahwa ayahnya Rita
sudah meninggal semenjak Rita usia 6 tahun. Sjeak saat itu pula Rita dan Bulan
menjadi seorang anak yatim. Ayah Rita memang seorang jurnalis di berbagai media
masaa mulai dari Tempo, Gatra, dan lain sebagainya. Pertanayan kakak hanya
sebagai pemanas kegiatan obrolan agar bisa cair.
Ibu menjawabnya “Iya, kak. Dulu pernah
bekerja di berbagai media. Padahal basicnya
di jurusan elektro, kak. Mungkin karena sering berdiskusi di forum kebudayaan
Fakultas Seni Rupa. Nah, teman-temannya itu ada yang di media sehingga beliau
diajak untuk bekerja disitu. Kebetulan ayahnya Rita agak nyentrik dan seorang
yang ngeyel, bisa dibilang”
Mata sang kakak tertuju pada cerita itu.
Mulailah tersentuh. Baru saja mau mengajukan pertanyaan lagi, tiba tiba sang
ibu bercerita.
“Kak, ayahnya Rita kuliahnya selesai di
elektro tapi ibu, tidak. Ibu juga kuliah di ITB tetapi tidak selesai. Waktu itu
baru tingkat dua keburu udah menikah. Jadi gakd iteruskan, kak.”
“Oh, begitu. Kalau ayahnya Rita kuliahnya
diteruskan?”
“Kalau ayahnya Rita diteruskan di Komunikasi
Unpad, cuma waktu itu kondisinya sedang mau ujian sidang. Segala macam lembar
tesis sudah tertumpuk rapi. Kondisinya sudah siap. Sebelum hari H sidang,
ayahnya Rita meninggal sehingga tak selesai. Kejadian itu berlangsung ketika
Rita mau masuk kelas 1 SD. Mendengar kabar bahwa ayahnya Rita meninggal, pihak
sekolah membebaskan biaya sekolah hingga akhir SD kelak”
Hati sang kakak semakin tersentuh dengan
cerita itu. Lihat saja, momennya seakan sungguh menyayangkans ekali teapi apa
daya itulah takdir Tuhan yang begitu indah menghampiri keluarga Rita ini. Kakak
sebenarnya penasaran dengan penyebab kematian sang ayah. Karena menghargai dan
gak sopan kalau dipertanyakan, akhirnya kakak memutuskan untuk tidak menanyakan
pertanayan tersebut kepada sang ibu.
Kakak yakin bahwa hati sang ibu ketika
menceritakan kisah itu ada sedikit catatan kesedihan. Gestur sang ibu pun
terlihat berbeda dari sebelumnya saat menceritakan kisah yang lain. Ya, kondisi
kini semakin panas dan cukup mengharukan.
(angin
berkabut di langit, senja mulai datang)
…
Bandung, dua ribu tiga belas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar