Minggu, 14 April 2013

“I Am Sam”, Cinta seorang Ayah yang Cacat Mental


Cinta yang lahir dari kejujuran dan kesabaran. Itulah kiranya hal  yang ingin disampaikan film ini. Kisah seorang ayah penderita cacat mental dalam memperjuangkan hak-haknya demi mendapatkan hak asuh penuh terhadap putrinya sendiri. Sam Dawson (Sean Penn), seorang karyawan warung kopi yang setiap harinya bekerja paruh waktu untuk menghidupi keluarganya. Suatu waktu istrinya yang sedang dirawat di rumah sakit akhirnya melahirkan seorang putri cantik yang kemudian diberi nama Lucy Diamond Dawson. Karena kesulitan untuk mengurus anak, Rebecca, istri Sam melarikan diri dari rumah. Rebecca tidak ingin mengurus anak. Sam pun dengan terpaksa harus merawat Lucy hingga dewasa.


Keseharian Sam kini menjaga dan merawat Lucy dengan sebaik-baiknya. Tetangga Sam, Annie, ikut membantu dalam merawat Lucy hingga berusia 6 tahun. Selama beberapa tahun, Lucy bermain dan bergembira bersama Sam. Walaupun ayahnya yang cacat, Lucy sangat bangga dan senang dengan kondisi ayahnya. Dimasukkanlah Lucy ke sekolah.

Suatu hari Sam ingin memberikan kejutan ulangtahun bagi Lucy, disana terjadi tragedi. Seorang teman Lucy berteriak saat Lucy hendak masuk rumah. Anak itu mengungkapkan bahwa Lucy telah diadopsi oleh orangtua lain. Mendengar itu, Sam terkejut dan seorang wakil dari Departemen orangtua dan anak segera bertindak cepat tanggap. Sam akhirnya dibawa dan diperiksa oleh petugas departemen orangtua dan anak.
Karena cacat mental yang diidapnya, Sam akhirnya disidang karena dianggap tidak layak untuk mengasuh seorang anak yang berusia 6 tahun. Beberapa saksi ahli  saat persidangan, Sam dianggap tidak memiliki persyaratan intelektual untuk menjaga dan memberikan pengajaran terhadap anaknya sendiri, Lucy. Persidangan pun menjadi panas, hingga pada akhirnya hakim memberikan kesempatan pada Sam untuk mencarikan pengacara demi merebut kembali hak asuh terhadap anaknya. Selama pencarian dan proses perebutan kembali hak asuk, Lucy dititipkan ke tempat pengasuhan orangtua angkat. Selama itu pula Sama hanya bisa bertemu Lucy dua kali dalam seminggu, itupun hanya dua jam saja.

Perjuangan Sam akhirnya tercapai. Sam bertemu seorang pengacara, Rita Harrison (Michelle Pfeiffer). Pengacara ini adalah rekomendasi teman-temannya. Awalnya Rita Harrison begtu enggan menerima kliennya yang seperti ini. Karena merasa gengsi dengan teman-teman pengacaranya, akhirnya Rita Harrison di suatu waktu menerima dengan tak sengaja tawaran Sam untuk menjadi pengacaranya.

Pengadilan berlanjut, Sam memilii pengacara. Beberapa minggu berlalu, beberapa saksi didatangkan dan tak ada satupun yang mampu meyakinkan hakim untuk diberikan hak asuh terhadap Sam. Suatu ketika, orang tua asuh Lucy selama persidangan, Randy merasa kurang begitu bisa memberikan cinta yang sebenarnya dalam mengasuh anak. Beberapa kali ia merasa gagal mengasuh karena setiap malam Lucy selalu kabur dari rumah dan mendatangi apartemen milik Sam. Setiap malam itu pula Sam selalu mengantarkannya balik ke rumah Randy. Akhirnya Randy pun menyerahkan hak asuh kepada Sam. Bersamaan dengan itu, Randy menjadi saksi akhir di persidangan. Hak asuh Lucy pun kembali diberikan dan diambil oleh Sam sebagai ayah asli. Sam dengan kekuatan kejujuran dan ketabahannya berhasil merebut kembali buah hati yang selalu ia sayangi dan bahagiakan. Begitupun dengan Lucy, bersama ayahnya ia menjadi anak yang dewasa dan mengerti akan kondisi ayahnya. Lucy sangat bahagia dan senang bersama ayahnya.

Film ini memberikan hal-hal cinta dan kasih sayang yang hadir antara diri seorang ayah dan anak. Nilai-nilai kecintaan itu tumbuh bersamaan dengan jiwa yang jujur dan sabar. Nilai-nilai yang disampaikan melalui tokoh Sam dan Lucy. Bagaimana persahabatan juga dapat memberikan warna tersendiri bagi kehidupan seorang Sam yang menjadi single parent di awal pengasuhan anaknya. Film yang mengisahkan tokoh ayah ini begitu kental dengan aroma The Beatles. Sam adalah ayah yang cacat mental tetapi begitu maniak dengan grup musik asal Liverpool ini. Beberapa fragmen dialog, latar, dan musik latar diisi dengan hal-hal yang berkaitan dengan The Beatles. Yang menarik, hampir seluruh tema lagu film ini menggunakan musik dan lagu dari The Beatles.

Secara keseluruhan semua pemeran tokoh dalam film ini begitu bagus dalam memainkan peran, terutama hal ekspresi dan pendalaman karakter tokoh. Sean Penn membuktikan itu dalam upayanya memerankan tokoh Sam. Alur cerita yang dibuat berpotong-potong seakan-akan penonton dibawa ke dalam ruang imajinasi untuk mengetahui jalan cerita pada setiap bagiannya. Pemasangan brand cameo pada film ini begitu cantik sehingga tidak mengganggu esensi film ini. Untuk hal score yang ditunggangi Hans Zimmer rasanya sangat menakjubkan dalam menjalankannya.

Ending cerita yang kurang begitu jelas menjadikan film ini menjadi kurang menyentuh. Padahal akhirn cerita begitu akan menyentak para apresiator dalam menerima film ini.

Film ini sangat direkomendasikan sebagai tayangan keluarga, terutama seorang ayah dalam memberikan pengasuhan pada anaknya. Beberapa fragmen menyindir para orangtua yang kesehariannya kurang begitu bisa memberikan kasih sayang pada anaknya. Sebagai tayangan keluarga, film ini sangat diremendasikan sekali. Selain keluarga, film ini juga sangat layak ditonton seluruh usia karena sarat sekali dengan nilai social dan kemanusiaan.***

Rizki Zakaria, penyuka film yang hobi jajan. Kini menjabat sebagai ketua KaeSKa (Kajian Seni Katanya). Beberapa film kesukaannya yakni Dead Poet Society, The Boy In The Striped Pyjamas, Pursuit of Happiness, The Kite Runner, dan School of Rock.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar