Terlihatlah langit Bagdad yang terik dan gersang
menghuni setiap sudut kota. Hawa siang ini begitu menyengat para penghuni kota
tua ini. Dari pinggir kota terdengar suara jerit manusia dari sebuah rumah
kecil. Tepatnya rumah tersebut beredekatan dengan rumahku. Jeritan yang baru
kali ini aku dengar.
“Aaaaargh…!” teriak orang tersebut.
Aku seorang bangsawan. Jeritan itu sungguh
menggangguku saat ini. Aku segera bangkit dari tempat dudukkku. Penelitian yang
aku kerjakan segera aku tunda saja.
“Ayahku, jerit siapakah gerangan?”
“Entahlah anakku, itu jeritan warga yang mungkin sedang
ditimpa ujian dari Allah.
“Mengapa kita tidak menolongnya?” tanyaku lagi
“Para tabib telah diberikan kewajiban untuk menolong
orang itu” pungkas ayah.
Aku segera menuju kea rah tempatku kembali meneliti
dan membaca buku. Tapi pikirku masih tertuju pada orang tersebut.
“Rasanya perasaanku masih belum bisa menerima dengan
begitu saja seperti apa yang diungkapkan oleh ayahku tadi. Tabib memang
memiliki tugas menolong orang tersebut.Apakah aku sebagai manusia juga tidak
berhak mengkhawatirkan orang yang butuh pertolongan dikarenakan ada yang lebih
bertanggungjawab?” aku terus bertanya.
Aku pun kembali melanjutkan penelitianku tentang
cairan kimia ini.
“Campurannya berarti bukan yang tadi”
“Ya, ini betul”
Tiba-tiba seseorang dengan rasa cemas masuk ke dalam
istana gubernur ini.
“Tolong, pak. Aku ingin mencari tuan Al Kindi. Aku
sangat membutuhkan bantuan ihwal keilmuannya” ujarnya pasrah.
Al Kindi segera beranjak dari situ dan mendekati
seorang pria tua tersebut. Ayahku juga menghampiri pria itu.
“Ada apa anda mencari anakku wahai orangtua?” Tanya
ayah
“Pak Gubernur, sejak pagi hari anakku menderita
kelumpuhan. Sejak itu pula aku mencari tabib-tabib yang hebat di penjuru kota
ini tetapi mereka tak sanggup membantu menyembuhkan sakit anakku. Aku sudah
bingung harus mencari kemana lagi. Nah, kebetulan ataid ada temanku memberikan
kabar bahwa putra tuan Gubernur, yakni AL Kindi memiliki ilmu dan kemampuan
untuk menyembuhkan penyakit ankku. Maka dari itu, tolong hamba, tuan!” pinta
pria itu.
“Hmm, tampaknya seperti itu, ya”
“Ayah, aku ingin membantu anak dari orangtua ini.
Sepertinya memang penyakitnya sangat ganas. Aku ingin membantunya, yah”
jelasku.
“Jika itu kemauanmu. Maka pergilah bersama orangtua
ini anakku”
“Terimakasih, tuan Al Kindi” sambil memeluk Al kindi.
Kami pun segera berangkat menuju tempat tinggalnya. Dengan jarak yang
cukup dekat, aku tak perlu menunggangi seekor unta. Kami pun berjalan kaki.
“Ayo segera saja. Mari kita berlari!” ujraku
“Ayo, mari tuan!”
Berlarilah kami ke tempat tujuan. Sesampai disana aku
disuguhi suasana yang sungguh mencemaskan. AKu melihat sesosok tubuh kecil sedang terbaring lemah di atas dipan. Dengan
rasa iba, aku pun mengajak anak tersebut untuk bermain sejenak.
“Assalamualaikum, namanya siapa?” tanyaku
“Hasyim”
“Hasim sedang apa? boleh aku temani?” rayuku dengan
ikhlas
“Hasyim sedang istirahat, Tuan!” jawab hasyim lemas
Sang ayah segera mengambil segelas air minum untukku. AKu
pun mengeluarkan beberapa ramuan obat hasil penelitian. Tentu ramuan untuk
menyembuhkan penyakit kelumpuhan.
“Pak, aku punya beberapa ramuan hasil penelitianku.
Semoga dengan ini anak bapak bisa disembuhkan tentu atas izin Allah. Aku disini
hanya sebagai perantara. Semoga anak bapak bisa kembali bermain dan membantu
bapak jika dalam kesusahan.”
“Sialakan dicoba saja, terserah tuan saja. Bapak
kurang begitu mengerti denganhal semacam ini. Yang bapak harapkan sekarang
adalah kesembuhan anakku”
“Aku mengerti, pak. Sekarang bapak bisa beristirahat
saja dulu di kursi. Biarkan aku mencoba mengobatinya dengan ramuan ini.”
Pintaku.
Aku langsung mengambil posisi untuk mengolesi bagian
kaki anak tersebut. Sementara sang ayah menunggu dan berdoa sambil beristirahat
di atas kursi. Perlahan-lahan aku merayu anak tersebut agar mau dan menuruti
perintahku. Ramuan yang aku gunakan inimerupakan campuran beberapa zat kimia
yang telah teruji dan bagus untuk mengatasi penyakit lumpuh.
Proses pengobatan berjalan 2 jam. Hingga akhirnya
waktu pun selesai. Aku segera kmebali ke istana untuk beristirahat. Aku pamit
kepada sang ayah dan juga Hasyim.
Beberapa hari kemudian. Kabar gembira datang dari
orangtua sang anak. Beliau mengabarkan bahwa sang anak kini sudah mampu
berjalan, walaupun masih agak kaku.
“Tuan Al Kindi, terimakasih. Anakku sekarang sudah
mulai membaik. Dia sudah bisa berjalan walaupun pelan-pelan. “ ujar sang
orangtua
“Alhamdulillah, berterimakasihlah pada Allah. Atas
pertolongannya akhirnya ank bapak bisa kembali berjalan seperti biasa. Aku
sangat senang mendengar itu semua, pak”
Sambil berdiri di depan gerbang istana, sang ayah
tiba-tiba datang dan menghampiriku.
“Al Kindi, anakku. Bagus!” ***
(didongengkan saat mentoring perdana semester 58 PAS-ITB bersama kak Sisit, kak Dinar, dan kak Zen di taman Ganesha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar