Kamis, 28 Maret 2013

Marxisme, Marhaenisme, dan Sukarno



oleh Rizki Zakaria

Marxisme dipandang sebagai suatu aliran baru dalam sains. Mengapa demikian, karena filsuf berjenggot ini memberikan sebuah teori yang membuat gebrakan baru dalam dunia keilmuan. Karl Marx berusaha mengangkat derajat kaum proletar. Dia memberikan api semangat dalam sebuah teori Marxisme miliknya. Teori ini sulit dipahami oleh kaum terpelajar tetapi sangat mudah bagi kaum tertindas. Menurut Sismond dan Thompson, karena teorinya sangat mudah dipahami kaum tertindas atau proletarian maka paham ini begitu mudah merasuk dimana-mana. Ketertindasan yang terjadi di berbagai tempat sangat memudahkan paham Marxis terbang dan lepas landas di suatu tempat. Paham ini menanam benih di pinggir sungai-sungai China hingga masuklah benih itu ke sebuah Negara kepulauan, yakni Indonesia.
Saat itu Sukarno sebagai agen pembawa paham ini begitu tertarik dengan sebuah paham ang sangat pro terhadap kaum tertindas. Sukarno akhirnya mengambil paham tersebut. Tidak seperti bayi yang diberi makan, Sukarno tidak begitu saja menelan bulat-bulat paham tersebut. Ibarat seorang guru yang memeberikan rumus kepada sang murid. Mengapa Sukarno sangat tertarik dengan ilmu ini? Marxisme yang melahirkan sebuah paham sosialis sangat memberikan ruang yang besar bagi kaum tertindas. Paham ini berusaha menghancurkan kaum borjuis yang memang berada pada wilayah eksklusif dalam sistem kapitalisme. Sosialis menjadi alternatif pilihan yang diambil Sukarno untuk memberikan kebebasan dan persatuan bagi masyarakat Indonesia dengan seutuhnya. 
Sukarno menerima sebuah metode dari paham Marxisme yang kemudian diterapkan di Indonesia. Sebagian penafsir mengatakan bahwa paham Marxisme yang telah dimodifikasi Sukarno bernama Marhaenisme. Bisa dibilang Marhaenisme ini adalah Marxismenya Indonesia. Nama marhaenisme lahir karena Sukarno merasa iba melihat kehidupan seorang petani bernama Pak Marhaen yang sedang bekerja. Melihat dari kaum proletar Indonesia yang masih memiliki sistem feodalistik yang tinggi sehingga butuh sebuah modifikasi dalam pemersatuan melalui ajaran marhaenisme ini. Maka dari itu dengan diberikannya ajaran ini, Sukarno berharap kaum kelas rendah dapat menjalankan kehidupannya tanpa sebuah penindasan.
Ajaran marhaenisme ini menjadi sebuah langkah awal Sukarno dalam membentuk sebuah persatuan. Persatuan ke-Indonesia-an ini akhirnya dibentuk dengan usaha yakni membuat sebuah partai yang menopang ajaran persatuan ini. Dari sinilah langkah awal Sukarno untuk membendung sebuah massa yang dibersatukan melalui sebuah partai. Selain itu, Sukarno mengakkan sebuah sistem demokrasi terpimpin yang merupakan bentuk proses revolusi yang dilakukan Sukarno untuk Indonesia. Sistem demokrasi terpimpin inilah yang merupakan langkah Sukarno untuk menyatukan pemahaman dalam nilai-nilai karakter ke-Indonesiaan dalam masa transisi Indonesia untuk merebut hegemoni ekonomi yang saat itu begitu banyak. Jadi disini bisa dibilang kemerdekaan Indonesia adalah sebagai jembatan Sukarno untuk merebut tahta hegemoni tersebut. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar