“Yuk ah Main lagi!”
ujar seorang adik.
“Para…Bola!”
“Ketoprak… ya… e!”
teriak adik dan kakak-kakak.
Kenal dengan kalimat-kalimat di atas? Atau baru dengar? Ya.
Tiga kalimat di atas adalah jargon sebuah acara yang dinamakan sanlat PAS ITB.
Tepatnya acara rutin tahunan. Jargon tadi digunakan pada kegiatan yang berawal
dari tiga tahun lalu secara berurutan, mulai dari Jumanji, Parabola, dan
Ketoprak.
Kali ini penulis akan berbicara mengenai kedudukan sebuah
acara insidental di kegiatan Pembinaan Anak-anak Salman ITB. Kegiatan tersebut
ialah acara besar. Sudah barang tentu kakak-adik PAS ITB yang telah berpengalaman
memiliki wawasan lebih mengenai kegiatan yang diadakan hampir rutin setiap
tahunnya itu. Sesuai dengan kegiatannya, acara besar, acara ini bukan saja
menyajikan mentoring yang tidak biasa tetapi sebagai ajang pembinaan
adik(terutama) dalam mengisi waktu liburan sekolah. Saking besarnya, acara ini
melibatkan hampir seluruh anggota pembina PAS ITB baik ranah Lembaga Tinggi
hingga Staff divisi. Tidak tanggung-tanggung, acara besar ini melibatkan
anak-anak lintas daerah, baik itu berdomisili Bandung, Bogor, Jakarta, hingga
Papua (mungkin pernah). Itulah acara besar, kegiatan yang mengahabiskan waktu
kurang lebih 5-6 hari untuk sebuah kegiatan dengan model pesantren kilat. Ya,
acara besar akan selalu dinanti adik maupun kakak karena disitu merupakan salahsatu
pengalaman yang akan mengesankan siapapun pelaku dalam kegiatan tersebut.
Menilik asal-usul pesantren kilat atau yang disebut acara
besar. Pengembangan atau riset menurut persepsi penulis ialah berusaha
menjadikan aspek historis sebagai titik tolak untuk melakukan pengembangan,
terutama ilmu. Hingga pada akhirnya kita mengenal yang namanya teknologi.
Pengembangan yang penulis maksudkan adalah berusaha mencari aspek sejarah pada
hal yang ingin pengembang lakukan demi tercipta sebuah perubahan, bisa dikatakan
inovasi.
Sejarah Acara Besar
versi Penulis
Kali ini penulis berbicara ihwal acara besar. Acara besar
jika dilihat dari sejarahnya, (sesuai dengan temuan yang penulis dapatkan dari
beberapa kunjungan alumni) ialah kegiatan pesantren kilat pada umumnya. Awal
diadakannya kegiatan pesantren kilat (sanlat) ini berlandaskan pada sikap
generalisasi umat pada masanya. Masa itu pesantren kilat memiliki nilai lebih
dalam upaya pembinaan anak-anak. Selain itu juga, sanlat bisa dikatakan sebuah
oase di tengah era berkembangnya pemikiran-pemikiran Islam yang modern. Bukan
hanya dalam bidang pemikiran, saat itu dunia sastra ada pada periodisasi
religiositas nilai. Jadi sangat jelaslah, kegiatan sanlat sangat berguna dan
bermanfaat di tengah arus perkembangan zaman.
Berjalanlah beberapa tahun, sanlat berkembang menjadi sebuah
sosok kegiatan yang besar dan meriah. Tak tanggung-tanggung kegiatannya pun
pernah di suatu saat sanlat ini diadakan di pulau Borneo, tepatnya di
Kalimantan Timur. Alangkah besarnya kegiatan sanlat pada masa itu. Penulis
akhirnya menyadari akan pentingnya nilai sebuah kegiatan pada suatu zaman.
Masuk pada era 90an. Era inilah PAS ITB berada pada masa
kejayaan (menurut penulis). Menurut wawasan dan interpretasi penulis, pada masa
semester 18 ke atas (kurang lebih tahun 1994 ke atas) PAS ITB berada dalam
sebuah kondisi megah dan menakjubkan. Saat itu pula terjadi pergeseran bentuk
sebuah kegiatan. Sanlat yang telah beberapa tahun merajai era 80an hingga 90an
awal. Pada era pertengahan mengalami pergeseran bentuk. Pergeseran bentuk
inilah yang menjadikan PAS ITB seakan-akan pandai beradaptasi dengan situasi
sosial pada suatu zaman. Sanlat yang digadang-gadang bakalan sukses dan merajai
mulai mengalami perubahan. Pada masa itu kegiatan sanlat sudah begitu menjamur
secara nasional (terutama di bandung), bersamaan dengan lahirnya Iqra yang
diprakarsai As’ad Umam.
Inovasi menjadi Pilihan
Akhirnya, terjadilah ide perubahan bentuk kegiatan sanlat
yang tak biasa. Lahirlah sebuah inovasi baru demi mewujudkan kegiatan besar PAS
ITB yang berbeda daripada kegiatan-kegiatan lain yang diadakan di Taman
pengajian Alquran, terutama di Bandung. Lahirlah sebuah kegiatan sanlat dengan
sedikit perubahan konsep dan nama, yakni Pesantren Alam (Salam). Menurut
seorang saksi sejarah, Kak Iksan, sebenarnya Salam ini tidak disetujui oleh
gegedug PAS saat itu. Sehingga kegiatan pesantren kilat tetap dilaksanakan di
sebuah pesantren atau madrasah dengan konsep pesantren. Adapun, kegiatan
mentoringlah yang menjadi daya tarik PAS saat itu dengan berbagai macam
kegiatan inovatif dan kreatif. Mentoring yang berbeda dengan model pengajian
dimanapun. Dari situlah daya tarik kegiatan PAS ini lahir, ya untuk mengambil
daya tarik adik untuk mentoring.
Nasib sanlat masih tetap sama. Sanlat tetap berjalan dengan
begitu adanya. Sampai terakhir kegiatan sanlat yakni sanlat 25, Ketoprak.
Konsep pesantren kilat masih tetap digunakan. Beberapa tahun belakangan ini
memang terlihat jelas perbedaan yang cukup signifikan walaupun tetap saja masih
menggunakan pesantren sebagai tempat sebuah kegiatan (dengan berbagai
pertimbangan). Lagi-lagi, di era modern ini, bentuk kegiatan harus disesuaikan
dengan keadaan demi terciptanya harmonisasi adaptatif. Kegiatan memang berbentuk
pesantren kilat, hanya saja kemasan kegiatan harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan keadaan zaman, terkait adik sebagai seorang pelaku kegiatan. Dengan relasi
pengetahuan manusia yang telah berkembang pesat, nilai sebuah kegiatan haruslah
berada dalam kesetaraan atau lebih dengan relasi pengetahuan adik yang mungkin
cukup luas. Menurut penulis, kedudukan pesantren di era ini seperti kembali berada
di era 80an, ketika pesantren kilat menjadi sebuah pionir kegiatan pembinaan
keagamaan yang keren dan terbarukan. Dewasa ini kegiatan pesantren harus berada
dalam ranah teoretis dan praktik yang bersifat aplikatif. Mengapa demikian,
agar kegiatan menjadi lebih bermakna dalam hal tujuan pembinaan.
Refleksi Pikiran
Pada intinya, penulis mencoba memberikan pandangan terkait
wawasan mengenai acara besar. Acara besar tentu akan melibatkan besarnya jumlah
sumber daya manusia yang dibutuhkan. Selain itu, hal esensial yang ingin
disampaikan penulis terkait sikap adaptatif sebuah kegiatan pada suatu masa.
Kegiatan memiliki bentuk dan nilai yang disesuaikan dengan kondisi sosial pada
masanya. Prinsip inovasi akan terus berjalan dan berkembang jika mengikuti
landasan yang tadi. Karena kita lahir di masa ini, maka lakukanlah dengan
memperhitungkan kondisi dan situasi di masa ini. Jika penulis tak salah, salahsatu landasan membina dan sering
menjadi quotes di PAS ITB ini yakni
ucapan Khalifah Ali yang berbunyi, “didiklah anakmu sesuai dengan zamannya”.
Jadi disini jelaslah, bahwa prinsip fleksibelitas menjadi hal yang wajar dalam
menggelar sebuah kegiatan, baik itu rutin atau tidak rutin. Keajegan dalam
bertindak menjadi hal yang sifatnya in
the box, tidak bersifat out of the
box. Tentu kan prinsip inovasi mempertimbangkan aspek historis sebagai
bahan pijakannya. Kenal ketapel? Dalam konteks ini, sebelum berinovasi maka
perhatikanlah hal di belakangnya (sejarahnya). Jadi acara besar itu apanya yang
mau dibesarkan?***
Rizki Zakaria, kakak Pembina PAS ITB semester 55 dengan nama panggilan kak Jack. Sangat suka sekali mentoring di kelompok SD kelas 1-2. Malas menulis kalau disuruh. Kali ini ditunjuk sebagai ketua pelaksana acara besar di tahun 2013. Catatan sejarah saya mengenai PAS ITB belum seutuhnya teruji validitasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar