Kamis, 28 Maret 2013

Hikayat Makhluk Bahasa Bagian 2



oleh Rizki Zakaria
Inilah lanjutan dari kisah yang lalu mengenai makhluk yang bernama pragmatik. Sekarang makhluk itu sudah dapat kita kenali dengan melihat pada ciri-ciri yang melakat pada diri si makhluk pragmatik. Dari keempat ciri itu yang lebih dominan diketahui yakni dengan melihat ciri kedua, yakni tuturan (utterance). Tuturan merupakan hasil kodifikasi dari yang namanya penutur (speaker) atau istilahnya pembuat pesan. Hasil kodifikasi tadi kemudian disampaikan kepada si penerima kode atau pesan, yakni si penerima (hearer). Nah ,tugas pendengar yakni menerima dan menafsirkan kode yang dibuat oleh si penyampai pesan. Untuk mengerti tuturan atau maksud si pembuat kode maka si penerima kode sangat membutuhkan ciri pragmatik lainnya, yakni konteks. Konteks inilah dianggap sebagai dewi penolong bagi si pendengar (hearer). Atas bantuan sang dewi penolong inilah akhirnya penerima pesan dapat menangkap maksud yang disampaikan si pemberi pesan (speaker) tadi.
Ciri – ciri inilah yang dianggap menjadi ciri besar dari sosok makhluk yang bernama pragmatik. Biasanya gambaran cirinya itu sangat mudah untuk dipahami. Di kelas ini aku pun terhenyak sebentar karena merasa agak bingung untuk menggambarkannya. Beberapa detik kemudian, sang guru tiba-tiba memberikan penggambaran mengenai apa yang ingin aku sampaikan tadi. Wah, kebetulan sekali menurutku. Aku pun tertawa dan bahagia.
Sang guru dengan lantangnya menggambar situasi yang menjadi ciri khas atau bisa dibilang inilah karakter dasar dari makhluk pragmatik ini.
“Coba perhatikan, ini gambarannya!” ujar sang guru.
“Jika sebuah amsal kita tarik ke dalam sebuah gambaran teori. Saya akan gambarkan bahwa makhluk ini bercirikan adanya pembuat pesan (speaker). Pembuat pesan ini saya ganti dengan sosok bernama manusia hidup. Nah, manusia hidup ini akan menyampaikan sebuah pesan yang ditujukan kepada si penerima pesan (hearer), penerima ini bernama manusia mati. Dari kejadian itu bisa dilihat adanya proses membuat pesan (enkoding) yang dilakukan si pembuat pesan kepada si penerima pesan (hearer). Nah proses penafsiran ini dinamakan proses dekoding. Tentu yang ditafsirkan adalah maksud alias tuturan yang dibuat oleh si pembuat pesan. Jadi gambaran jelasnya adalah

Manusia hidup à”kamu mau ikut, gak?” à Manusia mati
Pembuat pesan                                   Tuturan                   Penerima pesan
------------------------------------------------------------------------------à konteks tuturan

Itulah gambaran yang dipaparkan oleh sang guru kepada kami selaku penghamba ilmu. Proses inilah yang menjadi karakter pragmatik. Pragmatik memiliki karakter yang sama tetapi ada jenis-jenisnya. Makhluk ini masih memiliki perbedaan di dalam persamaan status. Tiba-tiba sang guru berkelakar sejenak.
“Sudah beres, ya?” sahut sang guru kepada sang murid. Sang murid tak ada yang menjawab. Sang guru pun menggelengkan kepalanya dan berujar sebentar.“Ini yang menafsirkan bagian bapak atau kalian?”. Heninghlah kelas dalam waktu yang sebentar.  Paparan selanjutnya akan aku berikan di cerita selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar