Kamis, 19 Januari 2012

Gerombolan “Burung-Burung Kondor” Milik W.S. Rendra

Manusia adalah gabungan antara roh dan jasad.
-Rendra-
Mastodon dan Burung-Kondor merupakan drama yang berisikan permasalahan sosial, juga merupakan buah pemikiran seorang Rendra terhadap kehidupan bernegara dan bermasyarakat di sebuah negara. Melihat pernyataan Rendra yang dituangkan melalui tokoh Jose Karrosta ini merupakan sebuah titik penilaian dalam memperjuangkan sebuah perjuangan. Perjuangan yang mengingkan sebuah perubahan, tertama berubah ke arah yang lebih baik. Rendra mengungkapkan bagaimana sebuah sinergitas antara roh dan jasad mesti diperhitungkan. Rendra juga memiliki pandangan terhadap para pejuang gerilyawan yang bernai memperjuangkan menuju sebuah kata revolusi. Revolusi dari para gerilyawan inilah yang dikhawatirkan seorang Rendra melalui pikirannya yang tretuang adalam Mastodon dan Burung Kondor.
Gerilyawan yang memisahkan roh dan jasad
Para gerilyawan yang berhasil merebut kekuasaan merupakan sebuah perjuangan yang mementingkan jasad sehingga Rendra tidak begitu menyetujui itu semua. Perjuangan yang instan akan menghasilkan kekacauan dan menghasila kekuasaan yang otoriter sehingga perlunya sikap perlahan dan mensinergitaskan roh dan jasad itu sendiri. Kedua kepentingan itu harus berjalan dengan berbarengan. Tidak habisnya Rendra mengkritik sebuah jalannya pemerintahan di Indonesia melalui sebuah drama kolosal Mastodon dan Burung Kondor ini. Latar tempat yang diasjikan Rendra dalam tetaer ini merupakan tanah Kuba tetapi representasinya cukup mengarah pada kehiudpan di Indonesia. Yang menjadi uniknya lagi representasi tetaer ini tidak begitu jauh dari keadaan politik dan sosial di Indonesia dewasa ini. Ini bisa menjadi sebuah pertanyaan. Naskah drama ini dibuat tahun 1973 tetapi masih cukup representatif dikaji dari segi sosial pada dewsaa ini. Apakah ini bukti bahwa Indonesia kurang signifikan dalam mengalami perubahan seperti apa yang diperjuangkan mereka-mereka para gerilyawan. Mastodon dan Burung kondor merupakan gambaran pikiran seorang Rendra. Pemikiran yang berusaha menyadarkan para penikmanya agar tidak masuk pada jurang kepentingan praktis tanpa memikirkan kepentingan ruhani. Pernyataan dan pikiran Rendra inilah yang bisa dijakdiakn bukti atau patokan kita semua dalam berpikir untuk melakukan revolusi atau perubahan yang sebenarnya. Rendra begitu yakin bahwa perubahan atau revolusi tidak dapat dilakukan secara gerilya dan instan, peru sebuah tahap-tahap perubahna sehingga perubahan bisa menyeluruh dan mendasar. Hal-hal sperti kebudayaan pun mesti diperhitungkan. Sebagai bahan pertimbangan, bagaimana sebuah budaya bisa begitu mudah masuk dan menyebar di sebuah Negara. Rasanya budaya juga sangat mempengaruhi perubahan sebuah Negara, bisa menuju kea rah yang buruk ataupun baik.
Meneriaki Burung Kondor yang Marah
Burung kondor merupakan representasi masyarakat yang lemah dan rendah. Merupakan masayarakt yang tertindas oleh kekuasaan. Front mahasiswa yang dipimpin oleh Juan Federico berhasil mempersatukan para mahasiwa seluruh provinsi tetapi mengalami kendala karena Jose Karrosta tidak menyetujui revolusi yang diperjuangkan Juan Federico. Rasanya klimaks dan inti permasalahan drama ini terletak pada siakap Juan Federico dalam memperjuangkan sebuah peruangan melawan dictator Max Carlos. Burung-burung kondor inilah yang marah terhadap kenyataan sehingga berusaha melakukan revolusi. Lagi-lagi memang sebuah perubahan yang baik tidak bisa hadir dalam sebuah perjuangan praktis. Hanya peruabhan yang matanga yang dapat menghadirkan kebaikan. Begitupun Jose Karrosta yang juga seorang seniman. Rasanya representasi-representasi yang hadir inilah menggambarkan betapa penting dan kutuhnya sebuah Negara terhadap para seniman.. Meskipun terkadang seniman itu tidak membutuhkan lembaga sekalipun. Seniman-seniman inilah yang berusaha meneriakai burung-burung kondor yang marah dan kelabakan.
Kepemimpinan di Masyarakat
Rendra mengungkapkan beberapa tipe kepemimpinan di masyarakat. Pertama, kepemimpinan yang karismatik. Pemimpin yang seperti ini lebih kepada karisma dari sosok pemimpinnya. Pemimpin yang seperti inilah yang tidak membutuhkan lembaga-lembaga karena cukup dengan wibawanya saja maka semua bisa diatur. Tapi terkadang tipe pemimpin seperti inilah yang dictator. Yang kedua, kepemimpinan yang ebrdasaran lembaga dan berpegang pada nurani. Kepemimpinan seperti ini biasanya kurang memberikan fek wibawa pada pemimpinnya.
Mereka-mereka para diktator merupakan seorang gerilyawan yagn berpegang pada kewajiban-kewajibannya.Nilai-nilai perubahan itula yang setelah direbut berubah menjadi sebuah mastodon yang siap menginjak-injak apapun.
Burung-burung kondor menjerit, tersingkir ke tempat yang sepi. Masyarakat membutuhkan perubahan yang berdasar pada nurani dan jasad.

[12 Januari 2012, Pementasan Teater Mastodon dan Burung Kondor di Aula Unpad Grha Sanusi Hardjadinata, Bandung]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar