Selasa, 13 Maret 2012

Adik-adik Pas ITB Bercengkrama dengan Seni Tradisi Sunda di Kampung Wisata Seni Manglayang

oleh Rizki Zakaria
Adik-adik PAS ITB melaksanakan kegiatan mentoring keluar ke kompleks kampung seni Manglayang, Bandung Ahad (11/03) pagi hari. Mereka begitu senang dengan kegiatan yang diadakan divisi SD PAS ITB ahad ini.
Disana adik-adik digiring untuk menyaksikan dan menuikmati seni tradisi lodang. Para pemain begitu semangat memainkan lodang yang terbuat dari bambu ini. Lodang ini dimainkan secara serempak seperti perkusi dan dikolaborisakan bersama suling dan kendang. Tidak kalah juga dengan para pemain, adik-adik dan orangtua dipersilakan memainkan lodang. Setelah permainan usai, adik-adik diperkenalkan dengan alat-alat dapur tradisional seperti buyung, tolombong, coet, mutu, dan nyiru. Antusias mereka semakin lepas karena pembawaannya yang lucu dan kocak.
Umi...Umi...! Abi...Abi...! seruan untuk semakin menyemangati orangtua. Begitupun orangtua meresponsnya dengan baik. Selanjutnya, adik-adik dibawa untuk berkeliling lokasi kampung yang belum terjamah oleh masyarakat luas ini. Azan zuhur pun berkumandang, adik-adik dan kakak-kakak mengakhhiri kegiatan untuk segera melaksanakan salat.
Sekitar pukul 12.30, adik-adik kemudian dibawa ke tempat pertunjukkan seni benjang dan Reak. Seni benjang merupakan seni tarung tradisi sunda yang belum banyak diketahui masayarakat sunda modern sekalipun.
Para pemain yang terdiri dari pemukul dogdog, tilingtit, tong, brung, badublag, dan tarompet segera memainkan musiknya untuk mengiringi tarung benjang. Seorang petarung menari-nari di tengah arena yang berbentuk lingkaran. Petarung terus menari dan membarikan salamnya sambil menunggu lawan yang maju. Benjang menampilkan pertarungan tradisional sunda dengan cara awal memegang pundak masing-masing. Pemain bertujuan menjatuhkan lawan dengan cara menelentangkan lawan alias nalang bentang. Benjang sendiri terdiri dari beberapa gerakan antarlain, dengkek, beulit, beubeut, dan angakat. Permainan semakin seru dengan saling adu strategi antara masing-masing petarung. Adik-adik dan kakak-kakak PAS ITB terdiam sejenak melihat ketangkasan mereka.
Seni tradisi lainnya, yaitu Reak. Adik-adik kini sedikit agak takut dengan seni tradisi yang satu ini. Namun, mereka tetap ingin menyaksikannya. Sebuah barong menyerupai singa dikeluarkan oleh salahsatu pemain Reak lalu disimpan di tengah arena. Musik mulai bermain, seorang dari kelompok Reak masuk ke dalam arena beserta pawangnya. Pemain tersebut kemudian bergerak kesurupan dan masuk ke dalam barong tersebut. Reak mulai menari-nari bersamaan dengan musik yang semakin kencang. Beberapa saat kemudian musik berhenti, begitupun Reak ikut berhenti.
Reak memang berhenti tetapi permaianan belum usai.
Mpeeet...mpeeet! begitulah suara yang dihasilkan Reak saat musik berhenti. Suasana pertunjukkan semakin seru dengan tanya jawab antara Reak dan para penonton.
“Reak teh resep naon?” seruan pawang kepada Reak.
“uiiiiit” jawab Reak.
Para penonton sontak tertawa mendengar jawaban Reak tersebut. Kebetulan Reak menggunakan alat musik empet sebagai alat untuk suara pada pertunjukkan ini. Konon Reak juga merupakan kesenian para leluhur dan biasanya dipertunjukkan dalam acara nazar, kenduri, hajatan, dan helaran. Reak sendiri biasa menampilkan acara saweran di bagian akhir pertunjukkan sebagai tanda agar nazar yang dilakukan bisa diterima.
Pawang menginformasikan bahwa di bagian akhir ada acara sawera kepada Reak. Tiba-tiba celetukan datang dari salahsatu adik-adik.
“4000...2000!”
“Uangnya tadi dibeliin es ya?”
“Eugggh!”
Suasana pun menjadi riuh dengan tertawa. Padahal sebelumnya keadaan begitu tenang dan fokus. Pawang segera mempersilakan penonton untuk menyawerkan uang kepada Reak. Tidak dalam hitungan menit sebagian besar penonton masuk ke dalam arena tersebut. Kegiatan pun berakhir dan dilanjutkan dengan sesi foto bersama dan pemberian cinderamata dari pihak kampung wisata seni Manglayang. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar