Hari ini pengajian begitu sepi anak-anak yang mengaji. Sebelum memulai perjalan menuju mesjid riyaadhul Uluum, saya pergi ke mesjid Al ikhlas untuk memberikan surat izin dan pemberitahuan mengenai acara yang akan kami – teman-teman pangajar mesjid – laksanakan sekitar akhir tahun 2011 ini.
Pukul 18.00 (19/12) Senin malam. Ada beberapa hal menarik dalam kegiatan mengajar ngaji kali ini. Lagi-lagi saya berusaha menjadikan pengajian yang nyaman untuk anak-anak. Anak-anak yang hadi kali ini bertambah beberapa orang. Jumlahnya ada enam orang yang terdiri dari 3 anak santri alquran dan tiga anak santri Iqra. Dengan terpaksa saya membagi mereka dalam pengajian parsial.
Anak-anak Alquran saya perintahkan untuk melanjutkan bacaan Alquran yang kemarin, sedangkan santri iqra saya perintahkan utnuk membuat sebuah karangan bebas menganai kegiatan hari ini. Sebenarnya kegiatan seharusnya adalah melanjutkan bacaan iqra masing-masing tetapi apa boleh buat, mereka semua tidak ada satu pun yang membawa Aqra. Mungkin ini menjadi tugas saya selaku pengajar untuk menyediakan iqra dan mengingatkan anak-anak agar senantiasa membawa iqra.
Hal menarik saya dapatkan ketika menghadapai seorang anak yang begitu keras dengan kemauannya. Sifatnya yang agak jahil dan pemalas emnjadi sebuah tantangan bagi saya. Perlahan-lahan saya berikan hal-hal yang biasa dan bersifat rutin seperti membaca doa dan duduk siap dengan baik. Respon mereka semua berbeda-beda sesuai dengan karakter masing-masing anak.
Kali ini saya menghadapi tiga anak santri Alquran yang memiliki karakter berbeda. Yang pertama bernama Irfan, dia adalah anak yang berkemauan tinggi, dengan ego yang besar. Kadang dia begitu patuh terhadap saya kadang juga begitu acuh.
Yang kedua , bernama Fahmi. Anak ini sebenarnya baik dan patuh. Otaknya diberi kelebihan pintar tetapi saying dia begitu malas apabila diperintah membaca Alquran dan harus meneliti bacaan orang lain.
Yang terakhir bernama Samsi, anak ini lincah dan sanagt ekspresif. Tingkahnya yang aktif dan tidak bisa diam sering menjadi pusat perhatian teman-temannya apalagi anak –anak yang iqra sering kali tertawa mendengar dan melihat celotehan dan gerak-geriknya. Samsi diberi kemampuan berpikir yang proaktif. Anak ini sangat cerdas dan kemauannya yang keras. Tipe anak ini sulit untuk diatur, dia ingin bebas tanpa batas, dia ingin sekali mencari ilmu sendiri dengan kebebasannya itu.
3 Perbedaan Karakter
Mengingat kembali bagaimana teori Howard Gardner mengenai multiple intellegence, saya kembali menghadapi situasi pembelajaran yang serba sulit. Kemampuan yang masih terbatas dalam menyikapi anak-anak yang berbeda kemampuanda karakternya.
Sebagai karakter auditori dan condong memiliki kecerdasan intrapersonal, saya amat begitu tidak mudah dalam menyikapi sifat dan tipe anak yang sangat kontradiktif. Tetapi mengingat kembali buku yang pernah say abaca, disana tertulis pernytaan bawa semua metode belajar tidak menjamin anak akan berhasil, hanya kasih sayang dalam belajar lah yang dapat memberikan kesan berhasil dalam sebuah pengajaran. Sayang sekali saya lupa akan penulisnya, yang jelas judulnya kalau tidak salah adalah “Menjadi Guru Yang Super”.
Kembali pada konteks karakter dan sifat anak, seringkali saya terjebak pada suatu keadaan di mana semua informasi mengenai psikologi dan pembelajaran begitu mempengaruhi proses pembelajaran. Mengajar mesti kasih sayang, mengajar tidak boleh menggunakan kata “tidak”, mengajar tidak boleh marah-marah, mengajar mesti menatap mata anak-anak, dan berbagai macam hal lainnya. Kejadian itu bukan satu atau dua kali saja tetapi seringkali saya seperti itu.
Saya yakin dengan apa yang telah saya baca dan serap sehingga pada aplikasinya dalam pengajaran mendapat sebuah pencerahan. Benar saja, kegiatanku yang sering monoton dalam mengajar, mak kali ini agak menanjak walaupun tidak begitu signifikan.
Karakter anak terbagi menjadi karakter auditoris, visualdan kinestetik. Fahmi adalah anak yang memiliki dan berkarakter auditoris, Irfan berkarakter auditoris dan visual, sedangkan Samsi berkarakter kinestetis dan visual. Disinilah letak permasalahan dalam pengajaran mengaji yang diterapkan.
Penerapan Pembelajaran Mengaji
Merujuk kepada karakter ketiga orang anak tadi, bukan hal mudah untuk menjadikan pengajaran implikasi kepada anak-anak. Terlebih konteksnya perbedaan karakter belajar. Saya telah beberapa kali mengubah cara belajar agar semua terkendalai dan mengaji dengan baik. Namun pada akhirnya, metode penerapan mengaji kembali lagi mengikuti cara guru mengaji saya dahulu. Saya rasa pengajaran ini cukup efektif untuk melancarkan bacaan anak-anak.
Metode Baca-Koreksi
Metode ini cukup sukses bagi dan bisa berkembang baik pada anak-anak , terutama bagi karakter auditoris. Tidak menutup kemungkinan kedua karakter selain auditoris bisa berkembang, hanya saja peningkatannya kurang begitu besar.
Metode yang beisikan kegiatan anak-anak membaca satu orang anak satu ayat atau disesuaikan dengan tergetan. Pada saat membaca, ada yang mendengarkan bertugas juga sebagai korektor pembaca sehingga apabila terdapat kesalahan dari pembaca bisa langsung dikoreksi olehnya. Tugas pengajar disini hanya sebagai fasilitator saja.
Setelah semua anak mendapatkan bagiannya, masuk pada sesi tajwid. Disini, anak akan diberikan bagian satu ayat untuk menyebutkan tajwid yang ada dalam ayat tersebut. Tugas pengajar membacakan ayat yang terdapat tajwidnya. Setelah dibaca, anak yang diberi bagian dipersilahkan menyebutkan nama hukum bacaan tajwid. Apabila anak tersebut belum mengetahui hukum bacaannya maka anak yang lain menyebutkannya hingga semua tidak ada yang mengtahui barulah opengajar menjelaskan hukum bacaan tersebut. Akhir pengajian saya diberikan sebuah kebahagiaan dari seorang anak yang menurut saya baik, patuh, setia kawan teatpi agak bandel. Dia bernama Bilal, anak yang baru menginjak kelas 3 SD ini merupakan salahasatu anak kesayangan saya, terlebih dengan kepolosannya dalam belajar. Mungkin saya harus banyak belajar dari dia.
Hal yang paling menarik untuk saya bagi, seorang anak yang bernama Ramzi. Saya merumuskan sikapnya yang aktif, ikut-ikutan, “gila” ketawa, agak pemalas, dan selalu bahagia. Yang kurang darinya dia itu cengeng. Seringkali saya harus menghiburnya saat dia menangis. Kenapa saya bilang dia begitu menarik?. Jawabannya terletak pada karakternya yang sulit diatur. Menyuruhnya diam bukan hal yang mudah, butuh beberapa kali teguran. Membuatnya mengaji pun tidak mudah, perlu banyak tenaga rayuan untuk membuatnya mau untuk mengaji, dan terakhir untuk membuatnya senang cukup dengan joke yang biasa. Insya Allah dia akan tertawa karena dia memang “gila ketawa”. Entah apa yang menjadi penyebab dia begitu “aneh” dalam pandangan saya. Kemungkinan psikologisya agak terganggu.
Mengakhiri pengajian seperti keluar dari zona pencampuran dan pergumulan masalah-masalah. Disitulah letak kenikmatannya. Insay Allah sayamenikmati ini semua. Saya sangat bersyukur seklai menjadi seorang fasilitatordan pengajar danak-anak pengajian. Semoga ini bias menjadi modal saya ke depannya.
“Ya Allah jadikan Hamba-hamba-Mu yang berusaha memberikan yang terbaik dan mengajarkan agama selalu diberikan rahmat dan ampunan-Mu. Masukkanlah orang-orang yang sabar dan berjihad di jalan-Mu ke dalam Surga-surga yang Engkau janjikan”
*Penulis menuliskan catatan harian penulis, kegiatan mengaji Alquran di Mesjid Riyaadhul Uluum, Senin malam, tanggal 19 Desember 2012 dengan didampingi anak-anak yang terdiri dari Ramzi, Bilal, Aldi, Irfan, Samsi, dan Fahmi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar